• Dilematika Full Adoption Pada Akrualisasi Sektor Publik Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010

    Oleh: Toni Nurhadianto
    Perjalanan reformasi keuangan Indonesia menurut Halim dan Kusufi (2014) terbagi menjadi tiga fase yaitu era pra-reformasi (sebelum otonomi daerah), era pasca-reformasi (era otonomi daerah) dan era pasca-reformasi lanjutan (periode 2004-sekarang). Pada tahun 2003 ditandai dengan lahirnya paket undang-undang dibidang keuangan negara, yaitu undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, dan undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Ketiga paket undang-undang ini mendasari pengelolaan keuangan negara yang mengacu pada international best practices. Setelah undang-undang tersebut, selanjutnya bermunculan beberapa peraturan pemerintah yang pada intinya bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, terutama yang berkaitan dengan masalah keuangan.
    Usaha pemerintah Indonesia dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dalam rangka menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Salah satunya adalah dengan melakukan pengembangan kebijakan akuntansi pemerintah berupa standar akuntansi pemerintahan (SAP) dalam hal ini bertujuan untuk memberikan pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 
    Standar akuntansi pemerintahan (SAP) menurut Sampel (2015) merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia. Terbitnya SAP ini mengukuhkan peran penting akuntansi dalam laporan keuangan di pemerintah, selanjutnya pemerintah mengamanatkan tugas penyusunan standar tersebut kepada suatu komite standar independen yang ditetapkan dengan suatu keputusan presiden tentang komite standar akuntansi pemerintahan (KSAP). Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 36 Ayat (1) tentang Keuangan Negara yang mengamanatkan penggunaan basis akrual dalam pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja untuk dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.
    Komite standar akuntansi pemerintahan (KSAP) dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, transparansi dan akuntabilitas, telah menyusun standar akuntansi pemerintahan (SAP) yaitu SAP berbasis akrual yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah tersebut, maka penerapan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual telah mempunyai landasan hukum. Dengan berjalannya ketetapan peraturan tersebut, maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengubah sistem lama yaitu basis kas dan menerapkan SAP baru yaitu basis akrual. Berlakunya peraturan pemerintah tersebut membawa perubahan besar dalam sistem pelaporan keuangan di Indonesia, yaitu perubahan dari basis kas menuju akrual menjadi basis akrual penuh dalam pengakuan transaksi keuangan pemerintah. Perubahan basis tersebut selain telah diamanatkan oleh paket Undang-Undang Keuangan Negara, juga diharapkan mampu memberikan gambaran yang utuh atas posisi keuangan, menyajikan informasi yang sebenarnya mengenai hak dan kewajiban, dan bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja. Selain itu Bastian (2016) mengungkapkan bahwa dengan diterbitkannya SAP, Indonesia memasuki era baru transparansi dan akuntabilitas di bidang keuangan negara.
    Menurut Mardiasmo (2009) basis akuntansi, yang disebut juga dengan sistem akuntansi, dalam akuntansi sektor publik selama ini menggunakan akuntansi berbasis kas (cash accounting). Namun demikian, untuk meingkatkan kinerja pemerintahan, dimulailah perubahan penggunaan basis akuntansi yang digunakan dalam pemerintah, yaitu akuntansi berbasis akrual (accrual accounting). Hal ini sesuai dengan pemaparan Mahmudi (2011) bahwa organisasi sektor publik dan non-profit saat ini telah dipacu untuk menggunakan akuntansi berbasis akrual, karena basis akrual dianggap lebih mampu menghasilkan informasi keuangan yang lebih baik dan komprehensif dibandingkan dengan basis kas.
    Akuntansi berbasis akrual menurut Widyastuti, Sujana dan Adiputra (2015) adalah suatu basis akuntansi dimana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Sedangkan menurut Halim dan Kusufi (2014) menyatakan bahwa basis akrual merupakan basis yang mengakui adanya hak atau kewajiban pada saat perpindahan hak lepas dari saat kas diterima atau dikeluarkan. Dalam akuntansi berbasis akrual waktu pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat. Dalam penggunaan basis akrual merupakan salah satu ciri dari praktik manajemen keuangan modern (sektor publik) yang bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih transparan mengenai biaya (cost) pemerintah dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan di dalam pemerintah dengan menggunakan informasi yang diperluas.
    Dalam penerapan sistem akuntansi berbasi akrual yang telah ditetapkan pemerintah dalam UU No 71 tahun 2010 menjadi tantangan tersendiri, sebagaimana sudah menjadi pengetahuan publik bahwa sistem pemerintahan Indonesia masih banyak sekali persoalan-persoalan yang belum terselesaikan. Namun, demi memenuhi kewajiban pemerintah dalam mewujudkan tata kelola yang baik, maka pemerintah harus melakukan pembenahan lebih lanjut. Sumber daya manusia yang kurang memadai menjadi masalah utama dalam pengelolaan keuangan negara. Hal ini meliputi aparat pemerintah yang tidak kompeten dan cenderung resistance terhadap perubahan. Selanjutnya, infrastruktur yang dibutuhkan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual penuh membutuhkan sumber daya teknologi informasi yang lebih tinggi. Selain itu, dalam suatu organisasi pastinya memiliki komitmen yang berbeda yang akan berdampak juga dalam penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan.
     Purnama (2015) memaparkan bahwa perubahan perlakuan akuntansi pemerintah menuju basis akrual akan membawa dampak/implikasi walau sekecil apapun. Menurut Halim dan Kusufi (2014) pada praktiknya proses pengadopsian standar yang baru tentu akan mengalami beberapa pertentangan antara pihak-pihak yang setuju dan yang tidak sehingga menimbulkan dilema tersendiri ketika menerapkannya. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan sistem akuntansi basis akrual yang akan di terapkan pada sistem pemerintahan akan membawa dampak perubahan pada pemerintahan itu sendiri. Pemerintah mengubah sistem lama menuju sistem baru bukan semata-mata tanpa tujuan, melainkan untuk sebuah perubahan menjadi lebih baik. Perubahan menuju arah yang lebih baik ini bukan berarti hadir tanpa masalah. Pertanyaan pro-kontra mengenai siap dan tidak siapkah pemerintah daerah mengimplementasikan SAP berbasis akrual ini akan terus timbul. Penerapan SAP berbasis akrual harus dilakukan secara hati-hati dengan persiapan yang matang dan terstruktur terkait dengan komitmen, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta sistem informasi. Kesuksesan penerapan SAP berbasis akrual sangat diperlukan sehingga pemerintah dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel. Untuk mencapai hal ini diperlukan faktor-faktor pendukung yang dapat mempengaruhi kesuksesan tersebut dan kerja sama dari berbagai pihak. Purnama (2015) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan penerapan SAP berbasis akrual adalah kualitas sumber daya manusia.
    Mnurut Purnama (2015) salah satu tantangan yang mempengaruhi keberhasilan penerapan SAP berbasis akrual adalah tersedianya sumber daya manusia yang kompeten dan andal di bidang akuntansi. Maka dari itu harus adanya tindakan serius pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun perencanaan dan penempatan sumber daya manusia di bidang akuntansi pemerintahan. Komitmen dari organisasi/instansi yang berwenang dalam pengambilan keputusan merupakan salah satu faktor penting pula dalam penerapan sistem baru ini, dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Faktor selanjutanya adalah sarana pendukung berupa teknologi informasi berupa hardware dan software atau teknologi yang memadai dalam pelaksanaan SAP berbasis akrual. Pendukung yang akan membantu BPKD dalam melaksanakan tugas seperti tersedianya computer dan software yang berkaitan dengan kebutuhan dalam penerapan SAP.
    Setelah melewati beberapa kali perubahan aturan perundang-undangan, tahun 2015 disepakati sebagai tahun implementasi SAP berbasis akrual secara penuh pada instansi pemerintahan. Namun, akrualisasi sektor publik, khususnya di pemerintahan, masih mengalami dilematik, permasalahan dan ketidak berjalanan program karena disebabkan masih banyaknya kendala untuk mengadopsi standar ini secara penuh. Oleh karena itu, penulis membuat kajian telaah literatur tentang dilematika full adoption pada akrualisasi sektor publik berdasarkan PP No. 71 tahun 2010.
    Standar Akuntansi Pemerintahan
    Halim dan Kusufi (2014) menyatakan bahwa standar akuntansi adalah acuan dalam penyajian laporan keuangan yang ditujukan kepada pihak-pihak di luar organisasi yang mempunyai otoritas tertinggi dalam kerangka akuntansi berterima umum. Standar akuntansi berguna bagi penyusunan laporan keuangan dalam menentukan informasi yang harus disajikan kepada pihak-pihak di luar organisasi. Para pengguna laporan keuangan di luar organisasi akan dapat memahami informasi yang disajikan jika disajikan dengan kriteria atau persepsi yang dipahami secara sama dengan penyusun laporan keuangan.
    Berdasarkan PP No 71 tahun 2010 pasal 1 ayat (3) mengenai standar akuntansi pemerintahan, yang disingkat SAP, merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Dapat disimpulkan bahwa SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia. Menurut Wijaya (2008), SAP merupakan standar akuntansi pertama di Indonesia yang mengatur mengenai akuntansi pemerintahan Indonesia. Sehingga dengan adanya standar ini, maka laporan keuangan pemerintah yang merupakan hasil dari proses akuntansi diharapkan dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara pemerintah dengan stakeholders sehingga tercipta pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
    Sinaga (2005) menyebutkan bahwa SAP merupakan pedoman untuk menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna, dan auditor. Pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah wajib menyajikan laporan keuangan sesuai dengan SAP. Pengguna laporan keuangan termasuk legislatif akan menggunakan SAP untuk memahami informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dan eksternal auditor (BPK) akan menggunakannya sebagai kriteria dalam pelaksanaan audit.
                Berdasarkan pengertian standar akuntansi di atas dapat dinyatakan bahwa standar akuntansi pemerintahan merupakan acuan wajib dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan dalam pemerintahan, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam rangka mencapai transparansi dan akuntabilitas. Standar akuntansi pemerintahan dapat menjadi pedoman untuk menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna, dan auditor.
    Pentingnya Standar Pemerintahan
    Perkembangan akuntansi pada sektor swasta yang di dahului dengan berkembangnya standar akuntansi keuangan yang di terbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menimbulkan menguatnya kebutuhan standar untuk standar akuntansi pemerintahan. Dengan demikian Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) serta Kementrian Keuangan mulai mengembangkan standar akuntansi yang akan diterapkan di pemerintahan. Dalam menjalankan aktivitasnya mengenai pelayanan kepada masyarakat luas, pemerintah memerlukan suatu standar akuntansi di bidangnya tersendiri. Dengan ditetapkannya peraturan pemerintah mengenai SAP, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah memiliki suatu pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional. Hal ini menandai dimulainya suatu era baru dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD dalam rangka memenuhi prinsip transparasi dan akuntabilitas.
    Menurut Nordiawan dalam Faradillah (2006), beberapa upaya untuk membuat sebuah standar yang relevan dengan praktik-praktik akuntansi di organisasi sektor publik telah dilakukan dengan baik oleh ikatan akuntan Indonesia (IAI) maupun oleh pemerintah sendiri. Diperlukannya paket standar akuntansi tersendiri karena adanya kekhususan yang signifikan antara organisasi sektor publik dengan perusahaan komersial, yang diantaranya adalah adanya kewajiban pertanggungjawaban kepada publik yang lebih besar atas penggunaan dana-dana yang dimiliki.
    Mahsun dkk (2007:11) memaparkan bahwa di Indonesia, berbagai organisasi termasuk dalam cakupan sektor publik antara lain pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi bidang pendidikan, organisasi bidang kesehatan, dan organisasi-organisasi massa. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, merupakan bagian dari organisasi sektor publik, sehingga diperlukan juga standar akuntansi tersendiri. Standar ini sangat penting agar pengguna hasil akhir standar yaitu masyarakat umum dapat menggunakan, memahami, membandingkan dan tidak disesatkan atas laporan keuangan yang dibuat.
    Nordiawan dkk (2007) menyebutkan bahwa untuk memecahkan berbagai kebutuhan yang muncul dalam pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit di pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di Republik Indonesia, diperlukan sebuah standar akuntansi pemerintahan yang kredibel yang dibentuk oleh sebuah komite SAP.
    Manfaat Standar Akuntansi Pemerintahan
    Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini digunakan untuk diterapkan di lingkup pemerintahan, penerapan tersebut diimplementasikan di pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda). Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintah pusat dan daerah. Dengan hal tersebut berarti informasi keuangan pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintahan dan juga terwujudnya transparansi, serta akuntabilitas. Menurut Halim dan Kusufi (2014) standar tersebut penting agar laporan keuangan lebih berguna, dapat dimengerti, dan dapat diperbandingkan serta tidak menyesatkan.
    Menurut Fakhrurazi (2010) manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar akuntansi pemerintahan adalah laporan keuangan yang dihasilkan dapat memberikan informasi keuangan yang terbuka, jujur, dan menyeluruh kepada stakeholders. Selain itu, dalam lingkup manajemen dapat memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah. Menurut Faradillah (2015) Manfaat selanjutnya adalah keseimbangan antar generasi dimana dapat memberikan informasi mengenai kecukupan penerimaan pemerintah untuk membiayai seluruh pengeluaran dan apakah generasi yang akan datang ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. Laporan keuangan yang dihasilkan juga dapat mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pelaksanaan kebijakan sumber daya dalam mencapai tujuan.
    Menurut Halim dan Kusufi (2014) menyatakan bahwa manfaat SAP antara lain adalah meningkatkan keterbandingan (comparability) antar-laporan keuangan pemerintah. Namun, tidak hanya sampai disitu, SAP berusaha mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara sehingga Indonesia dapat bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam rangka kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.
    Perkembangan Standar Akuntansi Sektor Publik
    Sebelum dilakukan reformasi pengelolaan keuangan Negara, pemerintahan Indonesia dalam melakukan pencatatannya menerapkan sistem pencatatan single entry. Menurut Halim dan Kusufi (2012) pada sistem pencatatan ini, pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatat satu kali, transaksi yang mengakibatkan bertambahnya kas akan dicatat di sisi penerimaan dan transaksi ekonomi yang mengakibatkan berkurangnya kas akan dicatat pada sisi pengeluaran. Oleh karena itu, sistem pencatatan ini disebut juga dengan sistem tata buku tunggal. Penggunaan single entry tidak dapat memberikan informasi yang komprehensif dan mencerminkan kinerja yang sesungguhnya.
    Dalam sistem pencatatan single entry, pemerintah tidak memiliki catatan tentang piutang dan utang, apalagi catatan tentang aset tetap yang dimiliki dan ekuitas. Sehingga selama itu pemerintah tidak pernah menampilkan neraca sebagai salah satu bentuk laporan keuangan guna menggambarkan posisis keuangan pemerintah. Hal tersebut merupakan kekurangan atas sistem basis kas yang di pakai selama ini. Menurut Bastian (2006), basis kas hanya mengakui arus kas masuk dan arus kas keluar. Rekening keuangan akhir akan dirangkum dalam buku kas, sehingga laporan keuangan tidak bisa dihasilkan karena ketiadaan data tentang aset dan kewajiban.
    Berdasarkan kekurangan yang ada pada sistem akuntansi berbasis kas, dirasa perlunya melakukan perubahan pencatatan. Maka, pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan Negara baik pada pemerintah pusat maupun pada pemerintah daerah, terutama dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 khususnya pada pasal 30,31, dan 32 disebutkan bahwa: Presiden atau Gubernur atau Bupati atau Walikota menyampaikan pertangungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan. Laporan keuangan yang dimaksud setidak-tidaknya meliputi laporan realisasi APBN/APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan laporan keuangan tersebut disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
    Selanjutnya ditetapkan Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara. Pada Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa akuntansi keuangan diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Pada pasal 57 disebutkan bahwa untuk menyusun standar akuntansi pemerintahan yang berlaku baik pada pemerintaha pusat maupun pemerintahan daerah, pemerintah membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP).
    Untuk memperkuat, selanjutnya ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 184 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa laporan keuangan Pemerintah disusun dan disajikan sesuai dengan SAP yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dan dilanjutkan dengan ditetapkan Undang Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah. Pada pasal 81 mengatur laporan keuangan Pemerintah disusun dan disajikan sesuai dengan SAP. Sedangkan untuk pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara juga telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Guna membentuk KSAP telah dikeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, dan telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2005.
    Setelah kurang lebih lima tahun berlalu, pemerintah melalui KSAP pada tanggal 22 Oktober 2010 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Lingkup pengaturan PP Nomor 71 tahun 2010 adalah meliputi SAP berbasis akrual dan SAP berbasis kas menuju akrual. SAP berbasis kas menuju akrual dapat berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP berbasis akrual. Walaupun entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan menerapkan SAP berbasis kas menuju akrual, entitas pelaporan diharapkan dapat segera menerapkan SAP berbasis akrual.
    Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
    Peraturan pemerintah nomor 71 tahun 2010 pasal 1 ayat 8 tentang standar akuntansi pemerintahan, SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBD.
    Menurut Halim dan Kusufi (2012:54) basis akrual (accrual basis) adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi (dan bukan hanya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar). Oleh karena itu, transaksitransaksi dan peristiwa-peristiwa dicatat dalam catatan akuntansi dan diakui dalam laporan keuangan pada periode terjadinya.
    Menurut Halim dan Kusufi (2014) dalam Simanjuntak (2010) menjelaskan bahwa akuntansi berbasis akrual merupakan suatu basis akuntansi yang terkait dengan pengakuan, pencatatan, dan penyajian transaksi ekonomi dan peristiwa lain dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
    Menurut Mardiasmo (2002:155), pengaplikasian accrual basis dalam akuntansi sektor publik pada dasarnya adalah untuk menentukan cost of services dan charging for services. Penentuan hal ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan publik serta penentuan harga pelayanan yang dibebankan kepada publik.
    Mardiasmo (2009) juga memaparkan bahwa akuntansi berbasis akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi berbasis kas karena dianggap laporan keuangan yang disajikan lebih dapat dipercaya, lebih akurat, lebih komprehensif, dan lebih relevan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Jadi, pencatatan dilakukan sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya sehingga informasi dapat disajikan secara tepat dan komprehensif. Ia menjelaskan mengenai perbedaan antara akuntansi berbasis kas dengan akuntansi berbasis akrual.
    1.      Basis kas: penerimaan kas – pengeluaran kas = perubahan kas
    2.      Basis akrual: pendapatan – biaya-biaya = rugi/laba (surplus/defisit)
    3.      Pendapatan = penerimaan kas selama satu periode akuntansi – saldo awal piutang + saldo akhir piutang.
    4.      Biaya = kas yang dibayarkan selama satu periode akuntansi – saldo awal utang + saldo akhir utang.
    Kemudian Halim dan Kusufi (2014) menjelaskan di dalam bukunya mengenai kelebihan penerapan akrual basis pada pemerintahan. Pada penyusunan dan penerapannya standar akuntansi pemerintah berbasis akrual memang cukup memberi dilema tersendiri bahkan banyak tekanan dan tantangan yang terjadi. Pada penelitian yang ditulis oleh Ichsan (tanpa tahun) memaparkan bahwa akuntansi berbasis akrual di suatu organisasi pemerintahan memiliki bebberapa manfaat yang akan diperoleh, yakni sebagai berikut:
    1.         Sebagai bentuk pelaksanaan konsep pusat pertanggungjawaban.
    2.         Sebagai peluang untuk menerapkan prinsip cost against menue.
    3.         Sebagai fondasi untuk melakukan perhitungan biaya produk atau pelayanan yang lebih baik.
    4.         Sebagai sarana penghitungan nilai subsidi yang lebih baik atas setiap produk dan/atau pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat.
    5.         Sebagai suatu bentuk analisis keekonomisan dan keefisienan pengelolaan keuangan dapat dilakukan dengan lebih baik.
    6.         Sebagai upaya peningkatan kualitas pelaporan dan evaluasi keuangan serta kinerja organisasi pemerintah.
    7.         Sebagai upaya meningkatkan kualitas standar analisis biaya (SAB) bukan lagi hanya sekadar standar analisis belanja (SABe).
    8.         Sebagai suatu bantuan penerapan pendekatan anggaran kinerja (performance budget) dan mind term expenditure framework (MTEF) dalam penganggaran.
    Dilematika Akrualisasi Sektor Publik
    Pada praktiknya suatu proses pengadopsian standar yang baru tentu akan mengalami beberapa pertentangan antara pihak-pihak yang setuju dan yang tidak sehingga menimbulkan dilema tersendiri ketika menerapkannya. Menurut Halim dan Kusufi (2012) penerapan akuntansi berbasis akrual memiliki manfaat tersendiri yakni dari segi penerapannya yakni lebih akuntabel karena pengakuannya pada saat terjadinya transaksi. Namun ada pula kritikan atas penerapan akuntansi akrual di sektor publik. Kritikan tersebut diungkapkan oleh Boothe dalam Halim dan Kusufi (2012) yang menyatakan kebalikan tentang konsep akuntabilitas antara sektor swasta dan sektor publik adalah sektor swasta cenderung lebih kepada target laba sedangakan sektor publik lebih kearah pertanggungjawaban politik. 
    Peraturan pemerintah Indonesia mengenai penerapan akuntansi berbasis akrual  sejatinya sudah harus dilaksanakan sejak tahun 2008 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.  Dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2004 pasal 36 ayat 1 menyatakan:
    “Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.”
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada pasal 70 ayat 2 juga menyatakan bahwa:
    “Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 dan pasal 13 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008.”
    Namun, setelah diterbitkannya peraturan perundang-undangan mengenai penerapan sistem berbasis akrual, faktanya sampai sekarang penerapan akuntansi berbasis akrual tersebut belum terealisasi dengan maksimal. Dilematik lain yang terjadi terkait dengan penerapan adopsi penuh akuntansi berbasis akrual yakni adanya tekanan akibat reformasi akuntansi sektor publik untuk mendorong diberlakukannya pengelolaan keuangan yang akuntabel dan juga ada tekanan dari lembaga-lembaga internasional seperti World Bank, UNDP, IMF, serta adanya standarisasi internasional/IPSAS (Mahmudi, 2011). Hal ini merupakan tantangan besar bagi Pemerintah dan harus dilakukan secara hati-hati dengan persiapan yang matang dan terstruktur.
    Menurut Simanjuntak (2010) beberapa tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut:
    1.      Sistem Akuntansi dan Information Technology (IT) Based System.
    Dalam pengimplementasian akuntansi berbasis akrual ini sangat rumit, dapat dipastikan penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem akuntansi dan IT based system yang lebih rumit pula. Selain itu pula dibutuhkan sistem pengendalian intern yang memadai agar tujuan organisasi tercapai melalui kegiatan yang efektif dan efisien, kendala pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal tersebut telah diamanatkan oleh Undang-Undang No 1 tahun 2004 pasal 58 ayat 1 yang menyatakan: 
    “Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.”
    2.      Komitmen dari Pimpinan.
    Dukungan pimpinan yang merupakan kunci dari keberhasilan suatu perubahan. Salah satu penyebab lemahnya komitmen pemimpin dalam penyusunan laporan keuangan dalam beberapa Kementerian/Lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah disingkat (SKPD) penerima dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan. Sistem akuntansi pemerintah pusat mengacu pada pedoman yang disusun oleh menteri keuangan. Sistem akuntansi pemerintah daerah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah. Sistem akuntansi pemerintah pusat dan sistem akuntansi pemerintah daerah disusun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kejelasan perundang-undangan mendorong penerapan akuntansi pemerintahan dan memberikan dukungan yang kuat bagi para pimpinan kementerian/lembaga di pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota di daerah.
    3.      Tersedianya SDM yang Kompeten.
    Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tentu memerlukan SDM yang menguasai akuntansi pemerintahan. Namun, saat ini kebutuhan tersebut sangat terbatas, apalagi menjelang penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan dan memberikan sistem insentif serta remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik korupsi oleh SDM yang terkai dengan akuntansi pemerintahan. Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah penting untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan.

    4.      Resistensi terhadap perubahan
    Dalam penerapan akuntansi berbasis akrual akan ada suatu kondisi di mana ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan, biasanya pihak yang seperti ini sudah merasa nyaman dengan sistem yang lama dan akan berfikir bahwa perubahan sistem yang baru akan menyulitkan dalam pekerjaan mereka. Oleh karena itu, perlu disusun sebagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik.
                Kendala-kendala yang terjadi selama masa implementasi membuat pengadopsian secara penuh penerapan akrualisasi masih belum dilakukan sehingga memberikan permasalahan tersendiri yang perlu dihadapi. Adanya permasalahan mulai dari tekanan hingga tantangan yang harus dihadapi, maka diperlukan beberapa faktor pendukung untuk meminimalisasi tekanan yang timbul dari penerapan adopsi penuh pada akrualisasi sektor publik itu sendiri yaitu (Ritonga dalam Halim dan Kusufi, 2012):
    1.      Perlunya suatu dukungan dari pihak-pihak yang andal, kompeten, dan profesional dalam hal pengelolaan keuangan.
    2.      Dibutuhkan dukungan peran pemeriksa laporan keuangan. Hal ini karena perubahan basis akuntansi juga turut mengubah cara badan pemeriksa yang tentu di bawah pertimbangan BPK.
    3.      Tersedianya sistem teknologi informasi sehingga dalam implementasi akuntansi berbasis akrual terpenuhi syaratnya.
    4.      Penganggaran dalam hal pendapatan, belanja, dan pembiayaanya disesuaikan dengan basis akrual sehingga dapat diperbandingkan jika standar akuntansinya sama.
    5.      Perlunya dkungan politik dalam pemerintahan untuk penerapa akuntansi berbasis akrual karena tingginya dana yang diperlukan dana lamanya waktu penerapannya.
    Dilematika yang timbul memang memunculkan kelemahan dari penerapan secara penuh akrualisasi sektor publik, tetapi pemerintah Indonesia perlu menyikapinya dengan baik mengingat tingginya kelebihan yang dimiliki.

    Di dalam ranah sektor publik sangat diperlukan basis akuntansi yang tepat. Karena hal ini akan berpengaruh pada alokasi anggaran dan pemanfaatan biaya untuk pelayanan publik dengan anggaran pemerintah yang terbatas. Selama ini akuntansi sektor publik menggunakan akuntansi berbasis kas, karena dianggap kurang efektif dan efisien serta demi meningkatkan sistem kinerjanya maka pemerintah mengganti sistem akuntansi berbasis akrual dengan diterapkannya standar yang mengatur hal tersebut. Penyesuaian untuk menggunakan akuntansi berbasis akrual yang sangat rumit bagi instansi pemerintah menjadi implementasi basis akrual dalam instansi pemerintah tidak dapat segera diadopsi dan membutuhkan waktu implementasi yang tidak sebentar.
    Terdapat beberapa pertentangan antara pihak-pihak yang setuju dan yang tidak atas penerapan akuntansi berbasis akrual ini, hal ini menimbulkan dilema tersendiri ketika menerapkannya. Dilematika yang timbul memang memunculkan kelemahan dari penerapan secara penuh akrualisasi sektor publik, tetapi pemerintah Indonesia perlu menyikapinya dengan baik mengingat tingginya kelebihan yang dimiliki yakni menciptakan akuntabilitas bagi sektor publik.

    Referensi:
    Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

    Fakhrurazi. 2010. Standar Akuntansi Pemerintahan. http://Fakhrurrazypi.wordpress.com/tag/standar-akuntansi-pemerintahan/.  Diakses tanggal 02 November 2016.

    Faradillah, Anda (2013). Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010). Makasar: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

    Halim, Abdul dan Kusufi, Muhammad Syam. 2014. Akuntansi Sektor Publik edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.

    Halim, Abdul dan Kusufi, M.S. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.

    Mahmudi. 2011. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga.

    Mahsun Mohammad, Firma Sulistyowati, dan Heribertus A.P. 2007. Akuntansi Sektor Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE

    Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.

    Nordiawan Deddi, Iswahyudi Sandi Putra, Maulidah Rahmawati. 2007.  Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat
    Purnama, Abdul Fatah Cahya. 2015. Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Universitas Jember: Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015.

    Sampel, Indra Franselski. 2015. Analisis Kesiapan Pemerintah Kota Manado Dalam Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Mengenai Standar Akuntansi Basis Akrual. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado: Jurnal EMBA Vol.3 No.1 Maret 2015, Hal.621-630.

    Simanjuntak, Binsar. 2010. Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Sektor Pemerintahan di Indonesia. Makalah ini disampaikan dalam Kongres XI Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta, 9 Desember.

    Sinaga, Jamason. 2005. Selamat Datang Standar Akuntansi pemerintahan. http://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art8.pdf.  Diakses tanggal 9 April 2012.

    Widyastuti dkk. 2015. Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Di Kabupaten Gianyar. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja: e-Journal SI Ak Universitas Pendidikan Ganesha, Volume 3 No.1 Tahun 2015.

    Wijaya, Henryanto. 2008. Standar Akuntansi Pemerintahan (PP No.24 Tahun 2005) Untuk Pengelolaan Keuangan Negara Yang Transparan dan Akuntabel. Jurnal Akuntansi/Tahun XII No.3. 313-323

    Peraturan Pemerintah:
    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
    Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
    Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
    Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
    Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
    Undang Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
    Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.
    Undang Undang Repoblik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Flickr Widget

Random Posts

Recent Posts

Facebook

Recent

Comments

Blogroll

About

Cari Blog Ini

Facebook

Business

About Me

Foto Saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia

Pengikut

Powered By Blogger

BTemplates.com

Random Posts

Advertising

Facebook

Popular Posts