Oleh: Toni Nurhadianto
Perjalanan
reformasi keuangan Indonesia menurut Halim dan Kusufi (2014) terbagi menjadi
tiga fase yaitu era
pra-reformasi (sebelum otonomi daerah), era pasca-reformasi (era otonomi
daerah) dan
era pasca-reformasi lanjutan (periode
2004-sekarang). Pada tahun 2003 ditandai dengan lahirnya
paket undang-undang dibidang keuangan negara, yaitu undang-undang nomor 17
tahun 2003 tentang keuangan negara, undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang
perbendaharaan negara, dan undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Ketiga paket
undang-undang ini mendasari pengelolaan keuangan negara yang mengacu pada international best practices. Setelah
undang-undang tersebut, selanjutnya bermunculan beberapa peraturan pemerintah
yang pada intinya bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik, terutama yang berkaitan dengan masalah keuangan.
Usaha
pemerintah Indonesia dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara dalam rangka menciptakan tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance). Salah satunya
adalah dengan melakukan pengembangan kebijakan akuntansi pemerintah berupa
standar akuntansi pemerintahan (SAP) dalam hal ini bertujuan untuk memberikan
pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Standar
akuntansi pemerintahan (SAP) menurut Sampel (2015) merupakan persyaratan yang
mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan
pemerintah di Indonesia. Terbitnya SAP ini mengukuhkan peran penting akuntansi
dalam laporan keuangan di pemerintah, selanjutnya pemerintah mengamanatkan tugas
penyusunan standar tersebut kepada suatu komite standar independen yang
ditetapkan dengan suatu keputusan presiden tentang komite standar akuntansi
pemerintahan (KSAP). Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 36
Ayat (1) tentang Keuangan Negara yang mengamanatkan penggunaan basis akrual
dalam pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja untuk dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.
Komite
standar akuntansi pemerintahan (KSAP) dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik, transparansi dan akuntabilitas, telah menyusun standar akuntansi
pemerintahan (SAP) yaitu SAP berbasis akrual yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah tersebut,
maka penerapan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual telah mempunyai
landasan hukum. Dengan berjalannya ketetapan peraturan tersebut, maka
pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengubah sistem lama yaitu basis kas dan
menerapkan SAP baru yaitu basis akrual. Berlakunya peraturan pemerintah
tersebut membawa perubahan besar dalam sistem pelaporan keuangan di Indonesia,
yaitu perubahan dari basis kas menuju akrual menjadi basis akrual penuh dalam
pengakuan transaksi keuangan pemerintah. Perubahan basis tersebut selain telah
diamanatkan oleh paket Undang-Undang Keuangan Negara, juga diharapkan mampu
memberikan gambaran yang utuh atas posisi keuangan, menyajikan informasi yang
sebenarnya mengenai hak dan kewajiban, dan bermanfaat dalam mengevaluasi
kinerja. Selain itu Bastian (2016) mengungkapkan bahwa dengan diterbitkannya
SAP, Indonesia memasuki era baru transparansi dan akuntabilitas di bidang
keuangan negara.
Menurut
Mardiasmo (2009) basis akuntansi, yang disebut juga dengan sistem akuntansi,
dalam akuntansi sektor publik selama ini menggunakan akuntansi berbasis kas (cash accounting). Namun demikian, untuk
meingkatkan kinerja pemerintahan, dimulailah perubahan penggunaan basis
akuntansi yang digunakan dalam pemerintah, yaitu akuntansi berbasis akrual (accrual accounting). Hal ini sesuai
dengan pemaparan Mahmudi (2011) bahwa organisasi sektor publik dan non-profit
saat ini telah dipacu untuk menggunakan akuntansi berbasis akrual, karena basis
akrual dianggap lebih mampu menghasilkan informasi keuangan yang lebih baik dan
komprehensif dibandingkan dengan basis kas.
Akuntansi
berbasis akrual menurut Widyastuti, Sujana dan Adiputra (2015) adalah suatu
basis akuntansi dimana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat
dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut,
tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Sedangkan
menurut Halim dan Kusufi (2014) menyatakan bahwa basis akrual merupakan basis
yang mengakui adanya hak atau kewajiban pada saat perpindahan hak lepas dari
saat kas diterima atau dikeluarkan. Dalam akuntansi berbasis akrual waktu
pencatatan (recording) sesuai dengan
saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang
paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat. Dalam penggunaan
basis akrual merupakan salah satu ciri dari praktik manajemen keuangan modern
(sektor publik) yang bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih transparan
mengenai biaya (cost) pemerintah dan
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan di dalam pemerintah dengan
menggunakan informasi yang diperluas.
Dalam
penerapan sistem akuntansi berbasi akrual yang telah ditetapkan pemerintah
dalam UU No 71 tahun 2010 menjadi tantangan tersendiri, sebagaimana sudah
menjadi pengetahuan publik bahwa sistem pemerintahan Indonesia masih banyak
sekali persoalan-persoalan yang belum terselesaikan. Namun, demi memenuhi
kewajiban pemerintah dalam mewujudkan tata kelola yang baik, maka pemerintah
harus melakukan pembenahan lebih lanjut. Sumber daya manusia yang kurang
memadai menjadi masalah utama dalam pengelolaan keuangan negara. Hal ini
meliputi aparat pemerintah yang tidak kompeten dan cenderung resistance terhadap perubahan.
Selanjutnya, infrastruktur yang dibutuhkan dalam penerapan akuntansi berbasis
akrual penuh membutuhkan sumber daya teknologi informasi yang lebih tinggi.
Selain itu, dalam suatu organisasi pastinya memiliki komitmen yang berbeda yang
akan berdampak juga dalam penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan.
Purnama (2015) memaparkan bahwa perubahan perlakuan
akuntansi pemerintah menuju basis akrual akan membawa dampak/implikasi walau
sekecil apapun. Menurut Halim dan Kusufi (2014) pada praktiknya proses
pengadopsian standar yang baru tentu akan mengalami beberapa pertentangan
antara pihak-pihak yang setuju dan yang tidak sehingga menimbulkan dilema
tersendiri ketika menerapkannya. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan sistem
akuntansi basis akrual yang akan di terapkan pada sistem pemerintahan akan
membawa dampak perubahan pada pemerintahan itu sendiri. Pemerintah mengubah
sistem lama menuju sistem baru bukan semata-mata tanpa tujuan, melainkan untuk
sebuah perubahan menjadi lebih baik. Perubahan menuju arah yang lebih baik ini
bukan berarti hadir tanpa masalah. Pertanyaan pro-kontra mengenai siap dan
tidak siapkah pemerintah daerah mengimplementasikan SAP berbasis akrual ini
akan terus timbul. Penerapan SAP berbasis akrual harus dilakukan secara
hati-hati dengan persiapan yang matang dan terstruktur terkait dengan komitmen,
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta sistem informasi. Kesuksesan
penerapan SAP berbasis akrual sangat diperlukan sehingga pemerintah dapat
menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel. Untuk
mencapai hal ini diperlukan faktor-faktor pendukung yang dapat mempengaruhi
kesuksesan tersebut dan kerja sama dari berbagai pihak. Purnama (2015)
menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan penerapan SAP
berbasis akrual adalah kualitas sumber daya manusia.
Mnurut
Purnama (2015) salah satu tantangan yang mempengaruhi keberhasilan penerapan
SAP berbasis akrual adalah tersedianya sumber daya manusia yang kompeten dan
andal di bidang akuntansi. Maka dari itu harus adanya tindakan serius pemerintah
pusat dan daerah dalam menyusun perencanaan dan penempatan sumber daya manusia
di bidang akuntansi pemerintahan. Komitmen dari organisasi/instansi yang
berwenang dalam pengambilan keputusan merupakan salah satu faktor penting pula
dalam penerapan sistem baru ini, dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan
kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Faktor selanjutanya adalah sarana
pendukung berupa teknologi informasi berupa hardware
dan software atau teknologi yang
memadai dalam pelaksanaan SAP berbasis akrual. Pendukung yang akan membantu
BPKD dalam melaksanakan tugas seperti tersedianya computer dan software yang
berkaitan dengan kebutuhan dalam penerapan SAP.
Setelah melewati beberapa kali
perubahan aturan perundang-undangan, tahun 2015 disepakati sebagai tahun
implementasi SAP berbasis akrual secara penuh pada instansi pemerintahan.
Namun, akrualisasi sektor publik, khususnya di pemerintahan, masih mengalami
dilematik, permasalahan dan ketidak berjalanan program karena disebabkan masih
banyaknya kendala untuk mengadopsi standar ini secara penuh. Oleh karena itu,
penulis membuat kajian telaah literatur tentang dilematika full adoption pada akrualisasi sektor publik berdasarkan PP No. 71
tahun 2010.
Standar Akuntansi Pemerintahan
Halim dan Kusufi (2014) menyatakan
bahwa standar akuntansi adalah acuan dalam penyajian laporan keuangan yang
ditujukan kepada pihak-pihak di luar organisasi yang mempunyai otoritas
tertinggi dalam kerangka akuntansi berterima umum. Standar akuntansi berguna
bagi penyusunan laporan keuangan dalam menentukan informasi yang harus
disajikan kepada pihak-pihak di luar organisasi. Para pengguna laporan keuangan
di luar organisasi akan dapat memahami informasi yang disajikan jika disajikan
dengan kriteria atau persepsi yang dipahami secara sama dengan penyusun laporan
keuangan.
Berdasarkan PP No 71 tahun 2010
pasal 1 ayat (3) mengenai standar akuntansi pemerintahan, yang disingkat SAP,
merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah. Dapat disimpulkan bahwa SAP merupakan
persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas
laporan keuangan pemerintah di Indonesia. Menurut Wijaya (2008), SAP merupakan
standar akuntansi pertama di Indonesia yang mengatur mengenai akuntansi
pemerintahan Indonesia. Sehingga dengan adanya standar ini, maka laporan keuangan
pemerintah yang merupakan hasil dari proses akuntansi diharapkan dapat
digunakan sebagai alat komunikasi antara pemerintah dengan stakeholders sehingga
tercipta pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
Sinaga (2005) menyebutkan bahwa SAP merupakan pedoman untuk
menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna, dan auditor. Pemerintah pusat
dan juga pemerintah daerah wajib menyajikan laporan keuangan sesuai dengan SAP.
Pengguna laporan keuangan termasuk legislatif akan menggunakan SAP untuk
memahami informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dan eksternal auditor
(BPK) akan menggunakannya sebagai kriteria dalam pelaksanaan audit.
Berdasarkan pengertian standar
akuntansi di atas dapat dinyatakan bahwa standar akuntansi pemerintahan
merupakan acuan wajib dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan dalam
pemerintahan, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam rangka
mencapai transparansi dan akuntabilitas. Standar akuntansi pemerintahan dapat
menjadi pedoman untuk menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna, dan
auditor.
Pentingnya Standar Pemerintahan
Perkembangan akuntansi pada sektor
swasta yang di dahului dengan berkembangnya standar akuntansi keuangan yang di
terbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menimbulkan menguatnya kebutuhan
standar untuk standar akuntansi pemerintahan. Dengan demikian Badan Akuntansi
Keuangan Negara (BAKUN) serta Kementrian Keuangan mulai mengembangkan standar
akuntansi yang akan diterapkan di pemerintahan. Dalam menjalankan aktivitasnya
mengenai pelayanan kepada masyarakat luas, pemerintah memerlukan suatu standar
akuntansi di bidangnya tersendiri. Dengan ditetapkannya peraturan pemerintah
mengenai SAP, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah memiliki suatu
pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan sesuai dengan
prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional. Hal ini menandai dimulainya
suatu era baru dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD dalam rangka
memenuhi prinsip transparasi dan akuntabilitas.
Menurut Nordiawan dalam Faradillah (2006), beberapa upaya
untuk membuat sebuah standar yang relevan dengan praktik-praktik akuntansi di
organisasi sektor publik telah dilakukan dengan baik oleh ikatan akuntan Indonesia
(IAI) maupun oleh pemerintah sendiri. Diperlukannya paket standar akuntansi
tersendiri karena adanya kekhususan yang signifikan antara organisasi sektor
publik dengan perusahaan komersial, yang diantaranya adalah adanya kewajiban
pertanggungjawaban kepada publik yang lebih besar atas penggunaan dana-dana
yang dimiliki.
Mahsun dkk (2007:11) memaparkan bahwa di Indonesia, berbagai
organisasi termasuk dalam cakupan sektor publik antara lain pemerintah pusat,
pemerintah daerah, organisasi bidang pendidikan, organisasi bidang kesehatan,
dan organisasi-organisasi massa. Dari penjelasan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
merupakan bagian dari organisasi sektor publik, sehingga diperlukan juga
standar akuntansi tersendiri. Standar ini sangat penting agar pengguna hasil
akhir standar yaitu masyarakat umum dapat menggunakan, memahami, membandingkan
dan tidak disesatkan atas laporan keuangan yang dibuat.
Nordiawan
dkk (2007) menyebutkan bahwa untuk memecahkan berbagai kebutuhan yang muncul
dalam pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit di pemerintahan, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah di Republik Indonesia, diperlukan sebuah standar
akuntansi pemerintahan yang kredibel yang dibentuk oleh sebuah komite SAP.
Manfaat Standar Akuntansi Pemerintahan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini digunakan untuk
diterapkan di lingkup pemerintahan, penerapan tersebut diimplementasikan di
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda). Penerapan SAP diyakini akan
berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintah pusat dan
daerah. Dengan hal tersebut berarti informasi keuangan pemerintahan akan dapat
menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintahan dan juga terwujudnya
transparansi, serta akuntabilitas. Menurut Halim dan Kusufi (2014) standar
tersebut penting agar laporan keuangan lebih berguna, dapat dimengerti, dan
dapat diperbandingkan serta tidak menyesatkan.
Menurut Fakhrurazi (2010) manfaat yang dapat diperoleh
dengan adanya standar akuntansi pemerintahan adalah laporan keuangan yang
dihasilkan dapat memberikan informasi keuangan yang terbuka, jujur, dan
menyeluruh kepada stakeholders. Selain itu, dalam lingkup manajemen dapat
memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas aset,
kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah. Menurut Faradillah (2015) Manfaat
selanjutnya adalah keseimbangan antar generasi dimana dapat memberikan
informasi mengenai kecukupan penerimaan pemerintah untuk membiayai seluruh
pengeluaran dan apakah generasi yang akan datang ikut menanggung beban
pengeluaran tersebut. Laporan keuangan yang dihasilkan juga dapat mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pelaksanaan kebijakan sumber daya dalam mencapai tujuan.
Menurut
Halim dan Kusufi (2014) menyatakan bahwa manfaat SAP antara lain adalah
meningkatkan keterbandingan (comparability)
antar-laporan keuangan pemerintah. Namun, tidak hanya sampai disitu, SAP
berusaha mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara
sehingga Indonesia dapat bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN) dalam rangka kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.
Perkembangan Standar Akuntansi Sektor Publik
Sebelum
dilakukan reformasi pengelolaan keuangan Negara, pemerintahan Indonesia dalam
melakukan pencatatannya menerapkan sistem pencatatan single entry. Menurut Halim dan Kusufi (2012) pada sistem
pencatatan ini, pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatat satu
kali, transaksi yang mengakibatkan bertambahnya kas akan dicatat di sisi
penerimaan dan transaksi ekonomi yang mengakibatkan berkurangnya kas akan
dicatat pada sisi pengeluaran. Oleh karena itu, sistem pencatatan ini disebut
juga dengan sistem tata buku tunggal. Penggunaan single entry tidak dapat memberikan informasi yang komprehensif dan
mencerminkan kinerja yang sesungguhnya.
Dalam
sistem pencatatan single entry,
pemerintah tidak memiliki catatan tentang piutang dan utang, apalagi catatan
tentang aset tetap yang dimiliki dan ekuitas. Sehingga selama itu pemerintah
tidak pernah menampilkan neraca sebagai salah satu bentuk laporan keuangan guna
menggambarkan posisis keuangan pemerintah. Hal tersebut merupakan kekurangan
atas sistem basis kas yang di pakai selama ini. Menurut Bastian (2006), basis
kas hanya mengakui arus kas masuk dan arus kas keluar. Rekening keuangan akhir
akan dirangkum dalam buku kas, sehingga laporan keuangan tidak bisa dihasilkan
karena ketiadaan data tentang aset dan kewajiban.
Berdasarkan
kekurangan yang ada pada sistem akuntansi berbasis kas, dirasa perlunya
melakukan perubahan pencatatan. Maka, pemerintah melakukan reformasi
pengelolaan keuangan Negara baik pada pemerintah pusat maupun pada pemerintah
daerah, terutama dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 khususnya pada pasal
30,31, dan 32 disebutkan bahwa: Presiden atau Gubernur atau Bupati atau
Walikota menyampaikan pertangungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD
berupa laporan keuangan. Laporan keuangan yang dimaksud setidak-tidaknya
meliputi laporan realisasi APBN/APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan
atas laporan keuangan laporan keuangan tersebut disusun dan disajikan sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Selanjutnya
ditetapkan Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara. Pada
Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa akuntansi keuangan diselenggarakan
sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Pada pasal 57 disebutkan bahwa
untuk menyusun standar akuntansi pemerintahan yang berlaku baik pada
pemerintaha pusat maupun pemerintahan daerah, pemerintah membentuk Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP).
Untuk
memperkuat, selanjutnya ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 184 ayat (1) dan (2)
menyatakan bahwa laporan keuangan Pemerintah disusun dan disajikan sesuai
dengan SAP yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dan dilanjutkan dengan
ditetapkan Undang Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintahan pusat dan daerah. Pada pasal 81 mengatur laporan keuangan
Pemerintah disusun dan disajikan sesuai dengan SAP. Sedangkan untuk pemeriksaan
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara juga telah ditetapkan
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara. Guna membentuk KSAP telah dikeluarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan, dan telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 2 tahun 2005.
Setelah
kurang lebih lima tahun berlalu, pemerintah melalui KSAP pada tanggal 22
Oktober 2010 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Lingkup pengaturan PP Nomor 71
tahun 2010 adalah meliputi SAP berbasis akrual dan SAP berbasis kas menuju
akrual. SAP berbasis kas menuju akrual dapat berlaku selama masa transisi bagi
entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP berbasis akrual. Walaupun entitas
pelaporan untuk sementara masih diperkenankan menerapkan SAP berbasis kas
menuju akrual, entitas pelaporan diharapkan dapat segera menerapkan SAP
berbasis akrual.
Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
Peraturan
pemerintah nomor 71 tahun 2010 pasal 1 ayat 8 tentang standar akuntansi
pemerintahan, SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban,
aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta
mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan
anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBD.
Menurut
Halim dan Kusufi (2012:54) basis akrual (accrual
basis) adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya
pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi (dan bukan hanya pada saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar). Oleh karena itu, transaksitransaksi dan
peristiwa-peristiwa dicatat dalam catatan akuntansi dan diakui dalam laporan
keuangan pada periode terjadinya.
Menurut
Halim dan Kusufi (2014) dalam Simanjuntak (2010) menjelaskan bahwa akuntansi
berbasis akrual merupakan suatu basis akuntansi yang terkait dengan pengakuan,
pencatatan, dan penyajian transaksi ekonomi dan peristiwa lain dalam laporan
keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan kas atau
setara kas diterima atau dibayarkan.
Menurut
Mardiasmo (2002:155), pengaplikasian accrual basis dalam akuntansi sektor
publik pada dasarnya adalah untuk menentukan cost of services dan charging for
services. Penentuan hal ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan publik serta penentuan harga pelayanan
yang dibebankan kepada publik.
Mardiasmo (2009) juga memaparkan bahwa akuntansi berbasis
akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi berbasis kas karena dianggap
laporan keuangan yang disajikan lebih dapat dipercaya, lebih akurat, lebih
komprehensif, dan lebih relevan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan
dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Jadi, pencatatan dilakukan
sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya sehingga informasi dapat
disajikan secara tepat dan komprehensif. Ia menjelaskan mengenai perbedaan
antara akuntansi berbasis kas dengan akuntansi berbasis akrual.
1. Basis kas: penerimaan kas –
pengeluaran kas = perubahan kas
2. Basis akrual: pendapatan –
biaya-biaya = rugi/laba (surplus/defisit)
3. Pendapatan = penerimaan kas selama
satu periode akuntansi – saldo awal piutang + saldo akhir piutang.
4. Biaya = kas yang dibayarkan selama
satu periode akuntansi – saldo awal utang + saldo akhir utang.
Kemudian Halim
dan Kusufi (2014) menjelaskan di dalam bukunya mengenai kelebihan penerapan
akrual basis pada pemerintahan. Pada penyusunan dan penerapannya standar
akuntansi pemerintah berbasis akrual memang cukup memberi dilema tersendiri
bahkan banyak tekanan dan tantangan yang terjadi. Pada penelitian yang ditulis
oleh Ichsan (tanpa tahun) memaparkan bahwa akuntansi berbasis akrual di suatu
organisasi pemerintahan memiliki bebberapa manfaat yang akan diperoleh, yakni
sebagai berikut:
1.
Sebagai bentuk
pelaksanaan konsep pusat pertanggungjawaban.
2.
Sebagai peluang
untuk menerapkan prinsip cost against
menue.
3.
Sebagai fondasi
untuk melakukan perhitungan biaya produk atau pelayanan yang lebih baik.
4.
Sebagai sarana
penghitungan nilai subsidi yang lebih baik atas setiap produk dan/atau
pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat.
5.
Sebagai suatu
bentuk analisis keekonomisan dan keefisienan pengelolaan keuangan dapat dilakukan
dengan lebih baik.
6.
Sebagai upaya
peningkatan kualitas pelaporan dan evaluasi keuangan serta kinerja organisasi
pemerintah.
7.
Sebagai upaya
meningkatkan kualitas standar analisis biaya (SAB) bukan lagi hanya sekadar standar
analisis belanja (SABe).
8.
Sebagai suatu bantuan
penerapan pendekatan anggaran kinerja (performance
budget) dan mind term expenditure framework
(MTEF) dalam penganggaran.
Dilematika Akrualisasi Sektor Publik
Pada
praktiknya suatu proses pengadopsian standar yang baru tentu akan mengalami
beberapa pertentangan antara pihak-pihak yang setuju dan yang tidak sehingga
menimbulkan dilema tersendiri ketika menerapkannya. Menurut Halim dan Kusufi
(2012) penerapan akuntansi berbasis akrual memiliki manfaat tersendiri yakni
dari segi penerapannya yakni lebih akuntabel karena pengakuannya pada saat
terjadinya transaksi. Namun ada pula kritikan atas penerapan akuntansi akrual
di sektor publik. Kritikan tersebut diungkapkan oleh Boothe dalam Halim dan
Kusufi (2012) yang menyatakan kebalikan tentang konsep akuntabilitas antara
sektor swasta dan sektor publik adalah sektor swasta cenderung lebih kepada
target laba sedangakan sektor publik lebih kearah pertanggungjawaban politik.
Peraturan
pemerintah Indonesia mengenai penerapan akuntansi berbasis akrual sejatinya sudah harus dilaksanakan sejak tahun
2008 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2004 pasal
36 ayat 1 menyatakan:
“Ketentuan
mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.”
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada pasal 70 ayat 2 juga
menyatakan bahwa:
“Ketentuan mengenai
pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana
dimaksud dalam pasal 12 dan pasal 13 undang-undang ini dilaksanakan
selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008.”
Namun,
setelah diterbitkannya peraturan perundang-undangan mengenai penerapan sistem
berbasis akrual, faktanya sampai sekarang penerapan akuntansi berbasis akrual
tersebut belum terealisasi dengan maksimal. Dilematik lain yang terjadi terkait
dengan penerapan adopsi penuh akuntansi berbasis akrual yakni adanya tekanan
akibat reformasi akuntansi sektor publik untuk mendorong diberlakukannya pengelolaan
keuangan yang akuntabel dan juga ada tekanan dari lembaga-lembaga internasional
seperti World Bank, UNDP, IMF, serta adanya standarisasi internasional/IPSAS
(Mahmudi, 2011). Hal ini merupakan tantangan besar bagi Pemerintah dan harus
dilakukan secara hati-hati dengan persiapan yang matang dan terstruktur.
Menurut
Simanjuntak (2010) beberapa tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual di
pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sistem
Akuntansi dan Information Technology (IT)
Based System.
Dalam
pengimplementasian akuntansi berbasis akrual ini sangat rumit, dapat dipastikan
penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan
sistem akuntansi dan IT based system
yang lebih rumit pula. Selain itu pula dibutuhkan sistem pengendalian intern
yang memadai agar tujuan organisasi tercapai melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, kendala pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan. Hal tersebut telah diamanatkan oleh
Undang-Undang No 1 tahun 2004 pasal 58 ayat 1 yang menyatakan:
“Dalam rangka
meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara, Presiden selaku Kepala Pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem
Pengendalian Intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.”
2. Komitmen
dari Pimpinan.
Dukungan pimpinan yang merupakan kunci dari
keberhasilan suatu perubahan. Salah satu penyebab lemahnya komitmen pemimpin dalam
penyusunan laporan keuangan dalam beberapa Kementerian/Lembaga adalah lemahnya
komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah
disingkat (SKPD) penerima dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan. Sistem akuntansi
pemerintah pusat mengacu pada pedoman yang disusun oleh menteri keuangan.
Sistem akuntansi pemerintah daerah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota
dengan mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah.
Sistem akuntansi pemerintah pusat dan sistem akuntansi pemerintah daerah
disusun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kejelasan
perundang-undangan mendorong penerapan akuntansi pemerintahan dan memberikan
dukungan yang kuat bagi para pimpinan kementerian/lembaga di pusat dan
Gubernur/Bupati/Walikota di daerah.
3. Tersedianya
SDM yang Kompeten.
Penyiapan dan penyusunan laporan
keuangan tentu memerlukan SDM yang menguasai akuntansi pemerintahan. Namun,
saat ini kebutuhan tersebut sangat terbatas, apalagi menjelang penerapan
akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan
daerah perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi
pemerintahan dan memberikan sistem insentif serta remunerasi yang memadai untuk
mencegah timbulnya praktik korupsi oleh SDM yang terkai dengan akuntansi pemerintahan.
Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah
penting untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi
pemerintahan.
4. Resistensi
terhadap perubahan
Dalam penerapan akuntansi berbasis
akrual akan ada suatu kondisi di mana ada pihak internal yang sudah terbiasa
dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan, biasanya pihak
yang seperti ini sudah merasa nyaman dengan sistem yang lama dan akan berfikir
bahwa perubahan sistem yang baru akan menyulitkan dalam pekerjaan mereka. Oleh
karena itu, perlu disusun sebagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi
sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan
baik.
Kendala-kendala yang terjadi selama
masa implementasi membuat pengadopsian secara penuh penerapan akrualisasi masih
belum dilakukan sehingga memberikan permasalahan tersendiri yang perlu
dihadapi. Adanya permasalahan mulai dari tekanan hingga tantangan yang harus
dihadapi, maka diperlukan beberapa faktor pendukung untuk meminimalisasi
tekanan yang timbul dari penerapan adopsi penuh pada akrualisasi sektor publik
itu sendiri yaitu (Ritonga dalam Halim dan Kusufi, 2012):
1. Perlunya
suatu dukungan dari pihak-pihak yang andal, kompeten, dan profesional dalam hal
pengelolaan keuangan.
2. Dibutuhkan
dukungan peran pemeriksa laporan keuangan. Hal ini karena perubahan basis
akuntansi juga turut mengubah cara badan pemeriksa yang tentu di bawah
pertimbangan BPK.
3. Tersedianya
sistem teknologi informasi sehingga dalam implementasi akuntansi berbasis
akrual terpenuhi syaratnya.
4. Penganggaran
dalam hal pendapatan, belanja, dan pembiayaanya disesuaikan dengan basis akrual
sehingga dapat diperbandingkan jika standar akuntansinya sama.
5. Perlunya
dkungan politik dalam pemerintahan untuk penerapa akuntansi berbasis akrual
karena tingginya dana yang diperlukan dana lamanya waktu penerapannya.
Dilematika
yang timbul memang memunculkan kelemahan dari penerapan secara penuh
akrualisasi sektor publik, tetapi pemerintah Indonesia perlu menyikapinya
dengan baik mengingat tingginya kelebihan yang dimiliki.
Di
dalam ranah sektor publik sangat diperlukan basis akuntansi yang tepat. Karena
hal ini akan berpengaruh pada alokasi anggaran dan pemanfaatan biaya untuk
pelayanan publik dengan anggaran pemerintah yang terbatas. Selama ini akuntansi
sektor publik menggunakan akuntansi berbasis kas, karena dianggap kurang
efektif dan efisien serta demi meningkatkan sistem kinerjanya maka pemerintah
mengganti sistem akuntansi berbasis akrual dengan diterapkannya standar yang
mengatur hal tersebut. Penyesuaian untuk menggunakan akuntansi berbasis akrual
yang sangat rumit bagi instansi pemerintah menjadi implementasi basis akrual
dalam instansi pemerintah tidak dapat segera diadopsi dan membutuhkan waktu
implementasi yang tidak sebentar.
Terdapat beberapa pertentangan
antara pihak-pihak yang setuju dan yang tidak atas penerapan akuntansi berbasis
akrual ini, hal ini menimbulkan dilema tersendiri ketika menerapkannya. Dilematika
yang timbul memang memunculkan kelemahan dari penerapan secara penuh
akrualisasi sektor publik, tetapi pemerintah Indonesia perlu menyikapinya
dengan baik mengingat tingginya kelebihan yang dimiliki yakni menciptakan
akuntabilitas bagi sektor publik.
Referensi:
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar.
Jakarta: Erlangga.
Fakhrurazi. 2010. Standar Akuntansi
Pemerintahan. http://Fakhrurrazypi.wordpress.com/tag/standar-akuntansi-pemerintahan/. Diakses tanggal 02 November 2016.
Faradillah, Anda (2013). Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam
Menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010). Makasar: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas
Hasanuddin.
Halim, Abdul dan Kusufi, Muhammad Syam.
2014. Akuntansi Sektor Publik edisi 2.
Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul dan Kusufi, M.S. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan
Daerah Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Mahmudi. 2011. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga.
Mahsun
Mohammad, Firma Sulistyowati, dan Heribertus A.P. 2007. Akuntansi Sektor Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE
Mardiasmo.
2009. Akuntansi Sektor Publik.
Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
Nordiawan
Deddi, Iswahyudi Sandi Putra, Maulidah Rahmawati. 2007. Akuntansi
Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat
Purnama, Abdul
Fatah Cahya. 2015. Analisis Kesiapan
Pemerintah Daerah Dalam Menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis
Akrual. Universitas Jember: Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015.
Sampel, Indra
Franselski. 2015. Analisis Kesiapan
Pemerintah Kota Manado Dalam Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
Mengenai Standar Akuntansi Basis Akrual. Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado: Jurnal EMBA Vol.3 No.1
Maret 2015, Hal.621-630.
Simanjuntak,
Binsar. 2010. Penerapan Akuntansi
Berbasis Akrual di Sektor Pemerintahan di Indonesia. Makalah ini
disampaikan dalam Kongres XI Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta, 9 Desember.
Sinaga, Jamason.
2005. Selamat Datang Standar Akuntansi
pemerintahan. http://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art8.pdf. Diakses tanggal 9 April 2012.
Widyastuti dkk. 2015. Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Menerapkan Standar Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual Di Kabupaten Gianyar. Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja: e-Journal SI Ak Universitas Pendidikan Ganesha, Volume 3
No.1 Tahun 2015.
Wijaya, Henryanto. 2008. Standar Akuntansi Pemerintahan (PP No.24 Tahun 2005) Untuk Pengelolaan
Keuangan Negara Yang Transparan dan Akuntabel. Jurnal Akuntansi/Tahun XII
No.3. 313-323
Peraturan Pemerintah:
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang
Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara
Undang
Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan
Pusat dan Daerah.
Undang Undang Repoblik Indonesia Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar