Oleh: Toni Nurhadianto
Aktiva
tetap merupakan salah satu kekayaan perusahaan yang memiliki nilai sangat
penting dalam berjalannya sebuah perusahaan. Selain digunakan sebagai modal kerja, aktiva
tetap biasanya juga digunakan sebagai alat investasi jangka panjang bagi
perusahaan. Aktiva tetap tersebut dapat berupa tanah, mesin, bangunan,
perlengkapan, dan lain sebaginya. Dalam rangka memenuhi pengembangan dan
perluasan perusahaan, pihak manajemen perusahaan akan berusaha optimal untuk
menyediakan aktiva yang mampu mendukung operasional perusahaan. Selain itu,
dalam pengembangannya pula, perusahaan akan menggantikan aset lama dengan aset
yang baru. Dalam penggantian aset tersebut dikarenakan aset telah habis umur
ekonomis atau dikarenakan hal lain seperti rusak sehingga manfaatnya tidak
dapat digunkan dalam kegiatan operasional perusahaan.
Dalam
mengoperasikan perusahaan, pihak manajemen perusahaan memerlukan aktiva tetap
sebagai kelancaran usaha. Di dalam memperoleh aktiva tetap, perusahaan memiliki
beberapa cara. Salah satu cara yang paling mudah diambil oleh perusahaan adalah
dengan melakukan pembelian. Namun, memperoleh aktiva tetap dengan cara
pembelian dapat menimbulkan berbagai keuntungan dan kerugian bagi perusahaan
dan memerlukan berbagai pertimbangan. Dalam hal ini perusahaan perlu mengkaji
kembali apakah dana yang ada mencukupi atau diperlukan suatu pinjaman serta
menilai risiko-risiko yang akan di hadapi.
Alternatif
lain yang dapat dilakukan perusahaan dalam memperoleh aktiva adalah melalui leasing. Menurut Nasution (2003)
menyatakan bahwa leasing berasal dari
kata lease yang berarti sewa atau
lebih umum diartikan sewa menyewa yaitu pembiayaa peralatan atau barang modal
untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Perkembangan dunia bisnis yang semakin maju, industri leasing menciptakan sebuah konsep baru
untuk mendapatkan barang modal digunakan sebagai operasional perusahaan tanpa
harus membeli atau memiliki barang tersebut. Oleh karena itu, leasing merupakan salah satu alternatif
yang bagi perusahaan yang membutuhkan modal atau kebutuhan lain untuk mendukung
operasional perusahaan.
Alipudin dan Ningsi (2015) mengungkapkan bahwa
penggunaan sewa sebagai sarana mengalihkan hak untuk menggunakan suatu harta
kepada pihak lain telah mengalami pertumbuhan yang pesat, hal ini disebabkan
semakin menyebarnya jenis aset yang dapat disewa mulai dari kendaraan dan alat-alat
berat. Dengan munculnya jenis perusahaan yang bergerak dibidang sewa, dan
dirasa perusahaan sewa yang semakin berkembang, maka adanya kebutuhan suatu
standar akuntansi keuangan sebagai pedoman untuk mencatat dan melaporkan
transaksi sewa dalam laporan keuangan, dengan begitu akan dihasilkan suatu
laporan keuangan yang wajar dan informasi yang berguna bagi para pemakai
laporan keuangan.
Aktivitas
leasing secara umum diklasifikasi menjadi dua bagian yaitu dari segi lessee capital lease (finance lease) dan operating lease. Kemudian sewa dari segi lessor terdiri dari capital
lease (finance lease) dan operating
lease, dari kedua aktivitas leasing tersebut maka perlunya perlakuan akuntansi
dan penerapan secara konsisten sesuai dengan standar yang berlaku dalam rangka
penyusunan laporan keuangan perusahaan. Dengan demikian, guna menjawab berbagai
pertentangan dan menjelaskan praktek sewa aktiva tetap perlu penjelasan dari
sisi konsep akuntansi yang mendasar, sehingga dapat ditentukan perlakuan setiap
transaksi sewa guna usaha secara tepat, dapat dimengerti, dapat diperbandingkan
dan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan sesuai dengan tujuan laporan
keuangan.
Selain
itu pula, dalam penelitian yang di tulis oleh Mirhani (2003) yang berjudul “Akuntansi Aktiva Leasing” menyebutkan
bahwa leasing diperkenalkan bersamaan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian den Menteri Perdagangan
Nomor 122/MK/IV/2/1979, nomor 32/M/SK/1974 dan nomor 30/Kpb/I/1974 tertanggal 7
Februari 1974, yang pada saat itu kegiatan sewa guna usaha masih terbatas. Bersamaan
hal tersebut, akuntansi melihat perkembangan sewa guna usaha (leasing) yang pesat di Indonesia,
sehingga diperlukan suatu acuan mengenai perlakuan akuntansi transaksi sewa
guna usaha tersebut secara khusus.
Dengan
demikian, sebuah laporan keuangan yang merupakan hasil akhir dari proses
akuntansi harus dapat memberikan suatu rangkaian historis yang menjelaskan
mengenai sumber ekonomi, kewajiban serta kegiatan yang mengakibatkan perubahan
terhadap sumber ekonomi dan kewajiban-kewajiban tersebut. Sehingga informasi
yang dihasilkan dari laporan keuangan tersebut akan dapat dijadikan sebagai
dasar pengambilan keputusan perusahaan untuk periode akuntansi berikutnya. Oleh
karena itu, makalah ini bertujuan untuk melihat perlakuan akuntansi atas sewa
guna usaha (leasing) aset tetap pada
perusahaan.
Pengertian dan Jenis Leasing
Samudra
(2008) mengungkapkan di dalam penelitiannya bahwa leasing pertama kali muncul dan berkembang sebagai alat
pembelanjaan atau pembiayaan perusahaan pada tahun 1949 dengan dikeluarkannya Accounting Reaserch Bulletin No.38
tentang Disclosure of Long Term Lease on
Financial Statement of Lessees. Namun, kesepakatan mengenai akuntansinya
dapat tercapai pada tahun 1964, 1966, 1972, 1974, dan 1976 dengan terbitnya Accounting Principles Board Opinion
(APB) No.5, APB No.27 dan APB No.31, dan Financial
Accounting Standard No.13 yang memiliki tujuan untuk menggambarkan keadaan
yang sebenarnya mengenai ekonomi dari sewa guna usaha, dengan syarat bahwa sewa
guna usaha dalam jangka panjang dianggap sebagai tindakan pengadaan modal oleh
penyewa dan sebagai penjualan oleh yang menyewakan. Pernyataan akuntansi yang
membahas mengenai sewa guna usaha ini kemudian diamandemen dengan FASB No.17
tahun 1977, FASB No. 23 tahun 1978 dan FASB No.26 tahun 1979, No. 27 dan No. 28
tahun 1979.
Terdapat
beberapa defenisi mengenai leasing yang
di jelaskan oleh beberapa pakar dan lembaga, yaitu sebagai berikut: Baridwan
(1982) menjelaskan bahwa:
“Leasing adalah suatu
perjanjian yang memberikan hak untuk menggunakan harta, pabrik atau alat-alat
(tanah atau aktiva yang didepresiasi atau kedua-duanya) yang umumnya mempunyai
jangka waktu tertentu. “ Pihak-pihak yang langsung terlibat dalam perjanjian
ini adalah: (1) Lessor: si pemilik aktiva yang bersangkutan atau menyewakan
aktiva (2) Lessee: yang memanfaatkan leasing yang bersangkutan atau yang
menyewakan aktiva.
Kemudian, Financial Accounting Standar Board
(FASB) No. 13 mendefinisikan leasing sebagai
berikut:
”An agreement
coonveying the right to use property, plant or equipment (land and/or
depreciable assets) usulally for a stated period of time”
Kieso,
Weygandt dan Warfield (2002) pula mendefinisikan leasing sebagai berikut:
Perjanjian kontraktual
antara lessor dengan seorang lessee yang memberi hak kepada lessee untuk
menggunakan properti tertentu, yang dimiliki oleh lessor, selama periode waktu
tertentu dengan membayar sejumlah uang (sewa) yang sudah ditentukan yang
dilakukan secara periodik.
Tidak
hanya itu, Ikatan Akuntansi Indonesia (2009) menambahkan mengenai definisi leasing sebagai berikut:
Leasing adalah
suatu perjanjian dimana lessor memberikan
hak kepada lessee untuk mengunakan suatu aset selama periode waktu yang
disepakati. Sebagai imbalanya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian
pembayaran kepada lessor.
Dari
definisi yang telah dijabarkan diatas menjelaskan bahwa adanya kesepakatan
antara dua belah pihak yaitu lessor (pihak
yang menyewakan) dan lessee (pihak penyewa).
Di dalam perjanjian yang disepakati oleh dua belah pihak tersebut terdapat
persetujuan penyerahan atau pengalihan hak guna atas aktiva yang dimilikinya
yang dapat disiapkan selama periode tertentu dari pihak lessor pada pihak lessee.
Sebagai balas jasa atas sewa yang diberikan pihak lessor kepada pihak lessee
maka dituntut untuk membayarkan sejumlah uang sewa atau kompensasi yang lain
sesuai dengan perjanjian. Periode waktu perjanjian atas sewa ini dapat
berbeda-beda sesuai pada kesepakatan anatara lessor dan lessee.
Seperti yang di jelaskan oleh Thomas et
all (2001) bahwa leasing sebagai
perjanjian penyerahan dari penjual sewa kepada pembeli sewa dalam penyewaan hak
untuk menggunakan aktiva atau barang modal selama periode waktu yang telah
disetujui, dengan pembayaran secara berkala oleh pembeli sewa kepada penjual
sewa.
Definisi
lain yang di jabarkan oleh International
Accounting Standard Committee No. 17 mengenai leasing sebagai berikut:
"Lease:
An agreement where by the lessor conveys to the lessee in return for rent the
right to use an asset for an agreed period of time. The definition of lease includes
contracts for the heire of an asset whiech contain of provision giving the
hirer an option to acquire title of the asset upon to the fufilment of agreed
conditioons. These contracts are described as hire puchase contracts In some
countries, different names are used for agreement which have the characteristic
of a lease (e. g. baeboat characters)”
Defenisi
leasing menurut IASC No. 17 yang dijelaskan
di atas sebenarnya hampir sama dengan definisi leasing yang didefinisikan oleh FASB No. 13. Namun, di dalam IASC
No. 17 terdapat penambahan dalam definisinya, penambahan tersebut terdapat hak
opsi bagi lessee untuk membeli aktiva
yang sewakan atau memperpanjang waktu leasing
berdasarkan nilai yang disepakati bersama. Berhubungan dengan opsi bagi lessee ini, di dalam penelitian Nasution
(2003) disebutkan bahwa pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Keputusan
Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia, mendefenisikan leasing
sebagai berikut:
"Leasing
adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal untuk digunakan suatu perusahaan untuk jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak
pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barangbarang modal yang
bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa
yang disepakati bersama"
Berdasarkan
definisi yang telah dijabarkan diatas maka dapat disimpulkan beberapa unsur
yang harus terdapat dalam leasing yaitu:
(1) Lessor adalah pihak yang
menyewakan aktiva atau barang-barang modal. (2) Lessee adalah pihak penyewa aktiva atau pihak yang
membutuhkan/memakai barang modal. (3) Objek leasing
adalah barang-barang yang menjadi objek perjanjian leasing. (4) Pembayaran uang sewa adalah secara berkala dalam
jangka waktu tertentu. (5) Nilai sisa yang ditentukan sebelum kontrak dimulai. (6)
Adanya hak opsi bagi lessee pada
akhir masa leasing dimana lessee mempunyai hak untuk menentukan
apakah ingin membeli barang tersebut dengan harga sebesar nilai sisa atau
mengembalikan pada lessor. (7) Lease Term adalah periode kontrak atas sewa.
Terdapat
jenis-jenis leasing yang di tetapkan
oleh PSAK No. 30 yaitu sebagai berikut:
1. Finance Lease
atau Capital Lease (sewa guna usaha
pembiayaan)
Dalam hal ini, Lessor
sebagai perusahaan guna usaha yang merupakan pihak yang membiayai penyediaan
barang modal. Kemudian, Lesseesebagai penyewa yang biasanya dalam transaksi ini penyewa memilih barang modal
yang dibutuhkan dan kemudian di catat atas nama perusahaan sewa guna usaha.
Selama masa sewa, penyewa melakukan pembayaran secara berkala dimana jumlah
seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa. Kemudian jika memungkinkan,
akan mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai serta
bunganya yang merupakan pendapatan atas sewa guna usaha.
2. Operating Lease
(sewa menyewa biasa)
Di dalam operating
lease ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan kemudian
barang modal tersebut disewakan kepada penyewa. Dalam transaksi ini berbeda
dengan finance lease yang dalam
pembayarannya berkala. Kemudian di dalam operating
lease tidak mencakup jumlah biaya yang di keluarkan untuk memperoleh barang
modal tersebut beserta bunganya.
3. Sales-Type Lease
(sewa guna usaha penjualan)
Pada transaksi ini disebut pula sebagai transaksi
pembiayaan sewa secara langsung (Direct
Finance Lease) dimana dalam jumlah transaksi termasuk laba yang
diperhitungkan oleh penyalur yang juga merupakan perusahaan sewa. Dalam
transaksi ini sering kali merupakan suatu jalan pemasaran bagi produk
perusahaan tertentu.
4.
Leveraged
Lease
Dalam transaksi ini umumnya melibatkan
setidaknya tiga pihak yaitu pihak penyewa, pihak perusahaan sewa dan pihak
kreditur jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa.
Selain itu, di dalam penelitian
Sinurat (2006) menjelaskan transaksi sewa guna usaha dikelompokkan sebagai capital lease bagi penyewa guna usaha
atau finance lease bagi perusahaan
sewa guna usaha apabila dipenuhi semua kriteria atas asas makna ekonomi sebagai
berikut:
1. Penyewa
memiliki hak opsi atas aktiva yang disewa pada masa sewa dengan harga yang
disetujui bersama pada saat perjanjian sewa.
2. Seluruh
pembayaran yang dilakukan penyewa secara berkala, ditambah dengan nilai sisa
termasuk pengembalian perolehan barang modal serta bunga yang di sewakan adalah
sebagai keuntungan perusahaan sewa guna usaha.
3. Masa
sewa minimum lima tahun.
Pada
penjelasan tersebut, apabila terdapat salah satu kriteria tidak terpenuhi maka
transaksi atas sewa guna usaha akan di kelompokkan sebagai transaksi operating lease.
Financial Accounting
Standard Board (FASB) membagi leasing menjadi dua jenis yaitu Capital
lease dan Operating lease. Hal
yang sama yang di lakukan oleh International
Accounting Standard Committee (IASC) ia membagi leasing atas dua jenis pula namun dengan istilah yang berbeda yaitu
financial lease dan operating lease, perbedaanya antara
keduanya hanya terletak pada istilah saja, secara secara keseluruhan bermakna
sama. Financial Accounting Standard Board
(FASB) dalam Statement No. 13 pada
“Acounting for Leases” membagi lease dalam dua grup di lihat dari sudut
pandang Lessee. Capital Lease yaitu lease
yang memenuhi satu atau lebih dari syarat-syarat berikut ini:
1.
The
lease transfer of ownership of the property to the lessee by the end of the
lease term.
2.
The
lease contains a bargain purchase option.
3.
The
lease term is equal to 75 percent or more of the estimated economic life of
leased property.
4.
The
present value at the beginning of the lease term of the minimum lease payment,
excluding that portion of the payment representing executory cost such as insurance,
maintenance, and taxes to be paid by lessor including any profit there an,
equal or exceed 90 percent of the excess of the fair value of the lease
property to the lessor. At the inception of lease over any related investment
tax credit retained by lessor and expected to be realized by aim.
Selain itu, terdapat operating lease yang merupakan transaksi
sewa menyewa biasa dan jangka waktu sewanya lebih pendek dari pada umur
ekonomis propertinya. Lessee biasanya
tidak mempunyai hak membeli pada waktu kontrak lease berakhir sehingga tidak terjadi perpindahan hak milik barang.
Kontrak sewa ini bersifsat cancelable
yaitu dapat diputuskan pihak lessee
sewaktu-waktu atau sebelum masa kntak berakhir.
Perlakuan Akuntansi Leasing
Pada transaksi leasing terdapat jenis-jenis leasing
yang telah di jelaskan sebelumnya, dalam perlakuan akuntansi leasing hanya dikenal capital lease dan operating lease baik bagi lessor
ataupun bagi lessee. Berikut adalah
istilah-istilah yang digunakan dalam perlakuan akuntansi leasing:
1. Executory
Cost (biaya pelaksanaan)
Aktiva berwujud atau barang modal yang di sewa harus
ditanggung atas beban asuransi, pemeliharaan, dan beban pajak selama umur
ekonomis aktiva tersebut.
2. Discount Rate (tingkat
diskon)
Tingkat bunga pada saat kontrak perjanjian atas leasing ditanggung oleh lessee, hal ini dimaksudkan untuk
meminjam dana yang diperlukan untuk membeli aktiva yang disewa-beli berdasarkan
pinjaman beragunan dengan syarat pelunasan sesuai jadwal perjanjian leasing.
3. Residual Value (nilai
sisa)
Merupakan estimasi nilai wajar
untuk aktiva yang disewa-belikan pada akhir masa leasing. Di dalam hal ini, terdapat dua jenis residual value yaitu nilai residu yang dijamin dan nilai residu
yang tidak dijamin. Pada nilai residu yang dijamin adalah pembayaran lease tambahan yang dibayarkan berupa
harta, kas atau keduanya dibayarkan pada akhir masa leasing. Sedangkan pada nilai residu yang tidak dijamin merupakan
suatu hal yang sama dengan tidak ada nilai residu.
Perlakuan
akuntansi atas capital lease oleh
penyewa usaha menurut PSAK No. 30 adalah: (1) Transaksi sewa guna usaha
diberlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa guna
sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa
(harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa
guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna
dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan
beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa
kewajiban penyewa guna usaha. (2) Tingkat diskonto yang digunakan untuk
menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga
yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku
pada awal masa sewa guna usaha. (3) Aktiva yang disewa guna usahakan harus
diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya. (4) Kalau
aktiva yang disewa guna usahakan dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna
usaha maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan atau dikreditkan pada
tahun berjalan. (5) Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban
lancar dan jangka panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis usaha
penyewa guna usaha. (6) Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sale and leaseback) maka transaksi
tersebut harus dilakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu transaksi
penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai
buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau
kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya
amortisasi aktiva yang disewa guna usahakan.
Perlakuan
akuntansi operating lease menurut
PSAK No.30 bahwa pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan
biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa
sewa guna usaha oleh lessee, meskipun
pembiayaan sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap
periode.
Pelaporan
akuntansi capital lease oleh penyewa
guna usaha menurut PSAK No. 30 adalah: (1) Aktiva yang disewa guna usahakan
dilaporkan sebagai bagian aktiva tetap dalam kelompok tersendiri. Kewajiban
sewa guna usaha yang bersangkutan harus disajikan terpisah dari kewajiban
lainnya. (2) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan
keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
a) Jumlah
pembayaran sewa guna usahakan yang paling tidak untuk dua tahun berikutnya.
b) Penyusutan
aktiva yang disewa guna usahakan yang dibebankan dalam tahun berjalan.
c) Jaminan
yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
d) Keuntungan
atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya sehubungan dengan
transaksi penjualan dan penyewaan kembali (sale
and leaseback).
e) Ikatan-ikatan
penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha.
Menurut PSAK No.30 bahwa
pengungkapan yang layak harus dicantumkan atas laporan keuangan mengenai
pelaporan dan pengungkapan transaksi operating
lease adalah: (1) Jumlah pembayaran sewa guna selama tahun berjalan yang dibebankan
sebagai biaya sewa. (2) Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dilakukan
paling tidak dua tahun berikutnya. (3) Jaminan yang diberikan sehubungan dengan
transaksi sewa guna usaha. (4) Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan
beserta amortisasinya sehubungan dengan transaksi sale and leaseback. (5) Ikatan-ikatan
penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha (major covenants).
Keunggulan dan Kelemahan Leasing
Dalam
penelitian yang di tulis oleh Nasution (2003:14) ia menjelaskan mengenai keunggulan
sewa guna usaha sebagai sumber alternatif pembiayaan modal bagi perusahaan
penyewa guna usaha adalah sebagai berikut.
1. Penghematan
modal perusahaan, dimana perusahaan tidak perlu menyediakan dana yang besar
untuk mendapatkan aktiva yang dibutuhkan, hal ini merupakan penghematan dana
bagi lessee, karena leasing umumnya membiayai 100% barang
modal yang dibutuhkan.
2. Bersifat
fleksibel meliputi struktur kontraknya, besarnya pembayaran sewa, jangka waktu
pembayaran serta nilai sisanya.
3. Sebagai
sumber dana perusahaan, mekanisme perusahaan untuk memperoleh dana yaitu dengan
melalui sales dan leaseback atas aset yang sudah dimiliki
oleh lessee.
4. Menguntungkan
cash flow, di dalam suatu investasi
dimana pendapatan atas penjualan diperoleh pada masa akhir investasi maka
besarnya sewa juga bisa disesuaikan dengan kemampuan cash flow yang ada.
5. Leasing dapat
memberikan keuntungan pajak penghasilan yang disebabkan oleh penyusutan
dipercepat dan beban bunga.
6. Menahan
pengaruh inflasi, dalam transkasi ini lessee
mengeluarkan biaya sewa yang sama, bahwa lessee membeyar sewa sesuai kontrak tanpa terpengaruh inflasi.
7. Leasing aktiva
untuk periode lease memberikan
perlindungan bagi lessee dari
keusangan peralatan atau aktiva tetap.
8. Jadwal
pembayaran lease dapat diatur agar
sesuai dengan arus kas masuk lessee yang
diharapkan dari operasi.
Selain
delapan keuanggulan yang di jelaskan di atas, Nasution (2003:14) menambahkan
mengenai kelemahan sewa guna usaha sebagai berikut:
1. Jumlah
pengeluaran dollar yang lebih tinggi untuk bunga atas pembiayaan 100% aktiva
yang disewa.
2. Leasingmerupakan sumber pembiayaan yang relatif mahal bila dibandingkan dengan kredit
investasi dari bank.
3. Pembiayaan
leasing di luar neraca hanya menutupi
fakta bahwa lapisan hutang baru sedang ditanggung.
4. Leasing
aktiva tetap yang siap untuk digunakan apabila dibandingkan dengan yang dibuat
sesuai pesanan mungkin akan menghasilkan produk yang mutunya lebih rendah dan
pada akhirnya mengakibatkan hilangnya penjualan bagi lessee.
5. Lease
musiman mengandung ketidakpastian bahwa peralatan akan tersedia saat dibutuhkan
selain itu suku bunga leasing mungkin
didasarkan pada situasi perdagangan saat itu.
6. Lease
jangka panjang dapat memberikan perlindungan dari keusangan produk.
7. Keuntungan
pajak mungkin bersifat sementara, dikarenakan ketentuan pajak yang ditetapkan
pemerintah terdapat peraturan baru dengan demikian membatalkan ketentuan
peraturan lama, hal ini berbahaya bagi leasejangka panjang yang mengutamakan keuntungan pajak.
8. Lease jangka
panjang dengan suku bunga tetap akan membebankan lessor pemberi pinjaman atas resiko hilangnya kesempatan jika suku
bunga naik.
Berdasarkan
uraian di atas dapat di simpulkan bahwa perusahaan di dalam memperoleh aktiva
tetap atau barang modal, perusahaan memiliki beberapa cara, salah satu cara
yang diambil oleh perusahaan adalah dengan melakukan leasing. Akuntansi melihat
perkembangan sewa guna usaha (leasing)
yang pesat di Indonesia, sehingga diperlukan suatu acuan mengenai perlakuan
akuntansi transaksi sewa guna usaha secara khusus. Ada beberapa perlakuan
akuntansi yaitu transaksi capital leasse, transaksi operating lease, capital
leasse oleh penyewa usaha, sewa guna usaha operating lease. Dengan perlakuan akuntansi
atas transaksi sewa guna usaha secara tepat, diharapkan dapat dimengerti, dapat
diperbandingkan dan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna
kepentingan.
Referensi
Alipudin
& Ningsi. 2015. Penerapan Psak No.30
Mengenai Perlakuan Akuntansi Sewa Dan Pengaruhnya Pada Laporan Keuangan PT. BFI
Finance Indonesia, Tbk. Jurnal Ilmiah Akuntansi Fakultas Ekonomi. Volume 1
No. 2 Tahun 2015, Hal. 51-62
Baridwan,
Zaki. 1982. Intermediate Accounting,
Edisi 3, Badan Penerbit Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
FASB, APB No.4. Basic Concept and Accounting Principle Underlying Financial Statement
of Business Enterprise, AICP A, Inc, New York, 1970.
Financial Accounting Standards Board
(FASB). 1976. Statement of Financial Accounting
Standards No. 13 Accounting for Leases. Stamford.
Connecticut.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan
Akuntan Indonesia, Standard Akuntansi
Keuangan, PSAK No.30 Salemba Empat, Jakarta 1994, par 30.1
International
Accounting Standard Committee (IASC). International
Accounting Standard No. 17 Accounting for Leases, September 1982. par. 2
Kieso, Donald E., Jerry J Weygandt.,
Terry D. Warfield (2002). Akuntansi
Intermediate, Jilid Ketiga, Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.
Mirhani, Siti, 2003, Akuntansi Aktiva
Leasing, USU, Sumatra Utara.
Nasution, Manahan. 2003. Akuntansi Guna Usaha (Leasing) Menurut
Pernyataan SAK No. 30. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara: USU digital Library
Samudra, Ria Dwiyanti. 2008. Penerapan Psak No.30 Mengenai Perlakuan
Akuntansi Sewa Guna Usaha Aktiva Tetap dan Pengaruhnya pada Neraca dan Laporan
Laba Rugi Perusahaan (Studi Kasus Pada PT. Nusantara). Malang: Universitas
Brawijaya Malang
Sinurat, Lamron. 2006. Analisis
Tingkat Rentabilitas Perusahaan Sebelum dan Setelah Penerapan Pembiayaan
Leasing. Bandung:
Fakultas
Ekonomi Universitas Widyatama.
SKB
Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan RI No.
Kep-122/MKIV/2/1974; No.32/M/SK/2/1974, tanggal 7 Februari 1974, Perizinan
Usaha Leasing Pasal 1
Thomas, R. Dycman, Roland E. Dukes, dan
Charles J. Davis, 2001, Akuntansi
Intermediate, Terjemahan Herman Wibowo, Jilid II, Edisi Ketiga, IKAPI,
Erlangga, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar