• Menyandang Gelar Pendidikan Tinggi: Prestasi atau sebuah Dilema?

             Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau (SBMPTN) 2017 yang dilakukan serempak di Indonesia, merupakan seleksi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) berdasarkan hasil ujian tertulis (Paper Based Testing) atau menggunakan komputer (Computer Based Testing), atau kombinasi hasil ujian tertulis dan ujian keterampilan. Hal ini bertujuan untuk menyeleksi calon mahasiswa terbaik di seluruh Indonesia.

    Jumlah pendaftar yang mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru SBMPTN 2017 mencapai 517.416 peserta. Fenomena ini menunjukkan antusiasme yang tinggi dari para calon mahasiswa untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Data terakhir Badan Pusat Statistika (BPS) menunjukkan sejumlah 689.181 orang yang berstatus mahasiswa di Indonesia tahun 2014/2015. Angka yang tidak sedikit ini mengindikasikan bahwa akan banyak masyarakat indonesia bergelar sarjana dengan berbagai disiplin ilmu.

    GELAR SARJANA menjadi sebuah kebanggaan bagi setiap orang yang telah menyelesaikan jenjang perkuliahan di perguruan tinggi. Gelar ini biasanya identik dengan orang pintar, hebat, berwibawa dan orang terpandang. Mengapa begitu? Untuk mencapai sarjana mereka harus menghabiskan waktu 4 tahun lamanya (di bangku perguruan tinggi). Kemudian, mereka harus membuat suatu karya penelitian (skripsi) sebagai salah satu syarat kelulusan. Setelah semua kewajiban sebagai mahasiswa terpenuhi maka barulah mereka dinobatkan sebagai sarjana.

    Di balik gelar sebagai simbol kebanggan yang diberikan perguruan tinggi ini ternyata menyimpan sebuah fenomena unik dan nyelekit. Pasalnya, setelah prosesi wisuda berlangsung, ini menjadi momentum awal dari kehidupan dewasa seseorang. Mereka dituntut untuk menjadi seseorang yang mandiri, dan mampu mencukupi kebutuhannya sendiri tanpa bergantung kepada orang tua lagi.

    Kebanyakan mahasiswa dalam menepuh pendidikan perkuliahan berharap dapat menyelesaikan studi dengan tepat waktu, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang tinggi (cumlaude), agar lekas dan menyandang gelar sarjana. Mereka berharap dengan gelar ini akan menjadi jaminan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik, mendapatkan peluang yang jauh lebih besar untuk mendapatkan kesempatan kerja yang baik dan sesuai dengan keahlian. Alangkah indahnya kehidupan mahasiswa yang penuh dengan segudang impian, harapan dan angan-angan.

                Kadang Ekspektasi tak sesuai dengan realita, mereka yang memiliki harapan besar untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus, gaji tinggi dan hidup mapan dihadapkan dengan dunia nyata yang begitu keras, penuh persaingan di mana orang berbondong-bondong untuk mendapatkan pekerjaan, ditambah lagi dengan jumlah lowongan pekerjaan yang tak sebanding dengan jumlah lulusan. Maka tak heran jika muncul istilah “pengangguran intelektual” di tengah masyarakat.

                Berfikir mendapatkan kehidupan yang manis-manis setelah wisuda adalah hal yang sah-sah saja. Kemungkinan terbaik itu kadang tak perlu di pikirkan, karena kita akan selalu mengusahakan mengenai hal itu, namun kita harus benar-benar mempersiapkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi sebagai antisipasi. Cepat atau lambat waktu itu akan datang, di mana kehidupan kampus mulai ditinggalkan, teman-teman seperjuangan akan sibuk dengan urusannya masing-masing dan mungkin akan tidak ada lagi fasilitas penunjang dari orang tua. Di sinilah proses kehidupan yang memaksa seseorang berfikir keras untuk mempersiapkan kelangsungan hidupnya.

    Layaknya penggalan lirik “sarjana muda” yang di populerkan penyanyi legendaris Iwan Fals ini merupakan cerminan sosok sarjana zaman sekarang.
    “Sarjana Muda”
    Engkau sarjana muda, resah mencari kerja
    Mengandalkan ijasahmu, empat tahun lamanya
    Bergelut dengan buku, tuk jaminan masa depan
    Langkah kakimu terhenti, di depan halaman sebuah jawaban …
    Lagu sentilan yang sedikit nyelekit yang diperuntukkan bagi para intelek muda ini menggambarkan betapa sulitnya menjadi sarjana, mencoba untuk mendapat pekerjaan dengan bermodal ijazah yang didapatkan setelah empat tahun belajar. Menggambarkan pula mengenai beban moral yang di emban karena ada harapan besar dari keluarga untuk melihat anaknya yang sarja mendapatkan pekerjaan bagus dan hidup mapan.
    Terlepas dari kegalauan itu semua, sebenarnya “sebaik-baik perbekalan adalah mempersiapkan”. Setiap instansi atau perusahaan pastinya memiliki standar kualifikasi tertentu bagi orang yang akan diterima sebagai tenaga kerja. Dengan kata lain perusahaan akan mencari orang yang siap kerja dan layak kerja.
                Apa yang perlu dilakukan bagi para calon sarjana agar menjadi orang yang layak diterima di dunia kerja? Persiapan itu harus sudah dilakukan semasa di bangku kuliah, ketika masih berstatus mahasiswa.
    Biasakanlah untuk melakukan hal yang baik. Seperti yang kita ketahui, kebiasaan tidak terbentuk dalam satu hari, tetapi melewati proses yang berulang-ulang. Tanpa disadari, perilaku yang diulang-ulang tersebut akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Proses kebiasaan tersebut akan menjadi sebuah karakter. Karakter yang baik inilah yang harusnya dibangun oleh para calon sarjana. Seperti menerapkan hidup yang disiplin, membangun keterampilan berkomunikasi, semangat dan antusias dengan pengetahuan baru, tidak mudah mengeluh, serta membangun motivasi berprestasi yang tinggi.

    Mengembangkan wawasan dan kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual memang bukan satu-satunya yang menentukan keberhasilan seseorang. Namun, di dunia kerja, perusahaan memiliki ketentuan standar kualifikasi calon karyawan. Standar ini biasanya ditentukan melalui IPK, walaupun IPK juga tidak menjamin seseorang dapat bekerja dengan baik, namun hal tersebut sangat berpengaruh pada seleksi tahap awal (seleksi berkas) pada perusahaan. Kembali lagi bahwa “sebaik-baik perbekalan adalah mempersiapkan”. Jangan sampai menjadi mahasiswa yang seperti kupu-kupu (kuliah pulang, kuliah pulang). Belajar dengan giat guna memberikan pengetahuan intelektual dan mencapai IPK tinggi. Selain itu pula, memiliki wawasan luas juga dipertimbangakan, perbanyak membaca bacaan-bacaan lain selain buku kuliah, terkait bacaan yang dapat bermanfaat bagi pengembangan diri.

               Aktif dalam kegiatan Organisasi. Beberapa mahasiswa menganggap bahwa organisasi itu sebagai penghambat proses penyelesaian kuliah. Takut tidak fokus, tidak dapat membagi jadwal kuliah dengan organisasi dan takut nilai akademik turun. Padahal dengan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, seseorang dapat belajar banyak hal, salah satunya belajar membentuk kompetensi kemampuan bersosialisasi dan bekerja sama. Selain itu, oraganisasi juga mengajarkan seseorang untuk memiliki peran dan kontribusi yang penting, misalnya belajar menjadi seorang pemimpin, belajar membuat konsep, perencanaan, dan pengaturan sebuah acara. Harapannya setelah lulus, seseorang sudah memiliki kompetensi yang diperlukan perusahaan dalam bekerja atau membuat peluang kerja dengan berwirausaha.

    Tak ada kata yang lebih bijak dari kata “mempersiapkan” untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Mempersiapkan segala sesuatu sedini mungkin, pastikan masa depan sudah tersusun rapih, siap menjadi sarjana berkualitas dan siap menjadi incaran perusahaan atau pemilik pekerjaan.
  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Flickr Widget

Random Posts

Recent Posts

Facebook

Recent

Comments

Blogroll

About

Cari Blog Ini

Facebook

Business

About Me

Foto Saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia

Pengikut

Powered By Blogger

BTemplates.com

Random Posts

Advertising

Facebook

Popular Posts